Thursday, 25 November 2010

MENEGAKKAN DISIPLIN DI SEKOLAH

Sebut saja Ahmad (bukan nama asli), pelajar SMKN 1 Gegerbitung, terkena hukuman jalan jongkok sepanjang lapangan upacara. Ketika ditanya oleh temannya, dengan raut muka cemberut dan penuh kesal ia menjawab, "Pintu gerbang sekolah sudah ditutup, padahal baru telat 2 menit. Petugas mencatat nama dan membariskan ditempat yang berbeda. Tapi pada saat yang sama, Aku melihat Pak Guru yang telat lebih 35 menit dariku tetap bebas masuk ke kelas/kantor," ujar Ahmad dengan nada jengkel.
Situasi ironis lain sering kita temukan ketika siswa dilarang merokok di sekolah dan siswa yang ketahuan mendapat hukuman berat. Namun, di tempat yang sama tidak sedikit guru memperlihatkan "kenikmatan merokok" di hadapan para siswanya.
Padahal ketika di sekolah terdapat ketidakadilan, aturan sekolah akan kehilangan wibawa, terlebih jika terhadap aturan sekolah terjadi inkonsistensi dalam hal penerapan.
Penegakan disiplin di sekolah tidak hanya berkaitan dengan masalah seputar kehadiran atau tidak, terlambat atau tidak. Hal itu lebih mengacu pada pembentukan sebuah lingkungan yang di dalamnya ada aturan bersama yang dihormati, dan siapa pun yang melanggar mesti berani mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Setiap pelanggaran atas kepentingan umum di dalam sekolah mesti diganjar dengan hukuman yang mendidik sehingga siswa mampu memahami bahwa nilai disiplin itu bukanlah bernilai demi disiplinnya itu sendiri, melainkan demi tujuan lain yang lebih luas, yaitu demi stabilitas dan kedamaian hidup bersama.
Disiplin sekolah, menurut F.W. Foerster, merupakan keseluruhan ukuran bagi tindakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang diperlukan, sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak terganggu. Adanya kedisiplinan dapat menjadi semacam tindakan preventif dan menyingkirkan hal-hal yang membahayakan hidup kalangan pelajar.
Sementara itu, Komensky menggambarkan pentingnya kedisiplinan di sekolah dengan mengungkapkan, "Sekolah tanpa kedisiplinan adalah seperti kincir tanpa air."
Paling tidak ada tiga tujuan yang berkaitan dengan kedisiplinan ini. Pertama, kedisiplinan mesti diterapkan tanpa menunjukkan kelemahan, tanpa menunjukkan amarah dan kebencian. Bahkan kalau perlu dengan kelembutan agar para pelanggar kedisiplinan menyadari bahwa disiplin itu diterapkan demi kebaikan dan kemajuan dirinya.
Kedua, kedisiplinan mesti diterapkan secara tegas, adil dan konsisten. Aturan disiplin diterapkan tanpa pandang bulu dan berlaku bagi masyarakat sekolah. Ketidakadilan dan inkonsistensi dalam menegakkan disiplin hanya akan membuat ketidakjelasan dan kebingungan bagi siswa serta hilangnya kewibawaan dan kepercayaan semua pihak terhadap sekolah. Ketiga, ketika kedisiplinan mulai menampakkan pertumbuhannya, sama seperti biji tanaman yang baru tumbuh, benih itu mesti dijaga dan dirawat dengan penuh kesabaran. Sebaiknya hindari menggunakan ancaman-ancaman dan kekerasan karena hal itu hanya akan menjadi panasnya terik matahari yang akan menghanguskan benih yang sedang tumbuh itu. Perlu dipakai cara-cara yang selaras dengan perkembangan dan kebutuhan siswa sehingga mereka semakin jatuh cinta pada kegiatan belajar.
Dengan cara ini, kedisiplinan yang merupakan locus educationis (momen pendidikan) akan disadari oleh semua pihak di sekolah. Dari situlah setiap individu di dalam lembaga pendidikan itu belajar hidup bersama dan belajar mengasah kepekaan moral mereka

5 comments:

Anonymous said...

I fool read a insufficient of the articles on your website in the present circumstances, and I unqualifiedly like your style of blogging. I added it to my favorites web page muster and will be checking assist soon. Will repress out of order my site as well and let me be familiar with what you think. Thanks.

Anonymous said...

Terimakasih atas artikelnya. Saya akan coba terapkan di Instansi saya, ini adalah inspirasi yang harus implementasikan.

Kuswara said...

Saya sangat setuju dengan paparan di atas. Disiplin menurut saya terbagi atas beberapa tingkatan. Pertama Disiplin Primer/Fisik, seperti pakaian dan semua yang berhubungan dengan fisik.
Kedua Disiplin Sikap dan Prilaku, ini adalah kalangan remaja dan anak anak banyak melanggar. ini juga disebut skunder.
Ketiga adalah disiplin Tertier atau Pikiran dan Hati, Ini adalah disiplinnya niat dan tujuan. Jika orang sudah mencapai disiplin ini maka orang tersebut akan mencapai ketenangan batin.
Ok, itu hanya sedikit sharing saja, Tank's!

Anang Suryana said...

Betul itu, setuju. Menjadi teladan lebih bijak daripada memerintah. Anak didik sudah ada aturan tata tertib siswa, kemudian guru juga punya aturan absensi. Efektifitas guru mestinya diberlakukan jeda waktu melakukan absensi.
Di sini diperlukan sistem IT. Kenapa ? Karena jika absensi masih manual faktor human error telah menjangkiti setiap orang. Nah jika sudah memakai IT, machine tidak akan mentolerir telat melakukan absensi dan tidak dapat melkukan protes. Disinilah segi positif IT.
Btw, sepertinya ini curhat pribadi.
Selamat menjalankan tugas baru Pak.

Lanjutkan,, Caiyo !

Anonymous said...

bagus sekali mempunyai guru seperti anda. pertama baca post bapak soal usus buntu, pengalaman menjadi pelajaran bersama (sungguh tipikal guru sekali). heheee